Buruknya Penegakan Hukum Di Era Jokowi JK di Mata Pakar Hukum Prof DR Yuzriel Ika Mahendra SH

Buruknya Penegakan Hukum Di Era Jokowi JK di Mata Pakar Hukum Prof DR Yuzriel Ika Mahendra SH

Penegakan hukum selama kepemimpinan Jokowi-JK menurut PROF DR YUSRIEL IKA MEHENDRA SH

  • Dari awal sekali Pemerintahan Jokowi ini mulai menjalankan pemerintahan sudah terdapat kesalahan-kesalahan dalam penerapan hukum administrasi negara kemudian berdampak juga ke bidang-bidang hukum yang lain.
  • Kesalahan-kesalahan dalam prosedur pengangkatan pengusulan orang dalam jabatan, sudah terjadi. Pada kasus Kapolri, pemberhentian dan penunjukan Plt Kapolri yang sebenarnya mengacaukan sistem yang ada.
  • Pada kasus partai politik, itu mulai dari kasus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sampai kasus Partai Golkar, kelihatannya dalam menegakkan dan menjalankan pemerintahan sesuai norma hukum yang berlaku, kelihatannya tidak baik. Jadi, pemerintahnya‎ seperti punya sebuah kepentingan, lalu memaksakan kehendaknya dan mengabaikan norma-norma hukum yang berlaku. Misalnya dalam pengesahan partai politik pemerintah kan seharusnya netral, tidak memihak. Tapi kelihatan sekali terjadi pemihakan dan terjadi intervensi, sehingga partai politik yang merupakan salah satu organ penting dalam membangun demokrasi menjadi susah untuk bisa independen dan akhirnya harus melayani pihak yang berkuasa.
  • Dalam segi penegakan hukum internasional terkait kedaulatan negara kelihatan sekali pemerintah kita tidak sungguh-sungguh menyadari adanya ancaman dari negara-negara lain terhadap kedaulatan negara kita. Misalnya klaim China atas Laut China Selatan yang berdampak luas terhadap konsep negara kita sebagai negara kepulauan.
  • Kemudian penegakan hukum laut, pemerintah kita punya program poros maritim yang match dengan cycle-nya China, sehingga bagi saya sebenarnya penegakan hukum di laut juga menjadi ancaman bagi kedaulatan negara di masa datang.
  • Di bidang hukum pidana terjadi tebang pilih, pemaksaan kehendak. Misalnya terjadi pada Gubernur DKI Jakarta yang ditimpa beberapa kasus, tapi begitu saja lolos, dan terbaca semacam ada barter-barter politik dalam penegakan hukum. Mulai dari kasus dinyatakannya tersangka para Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK‎) kemudian mereka belakangan kasusnya dideponering. Itu pun suatu langkah menurut saya tidak positif dalam menegakkan hukum, seolah-olah kalau orang yang katanya pegiat antikorupsi sepertinya penerapan hukum pidana korupsi menjadi lemah pada mereka. Misalnya kasus Denny Indrayana sudah dinyatakan tersangka, perkaranya sudah dilimpahkan, sekarang orangnya di Australia. Coba kalau orang lain, apa yang terjadi? Orang lain kalau dinyatakan tersangka, dicekal tidak bisa ke luar negeri, Denny malah tenang-tenang saja mengajar di Australia, begitu juga deponering kasus yang menimpa beberapa Komisioner KPK. Itu menurut saya sih tidak sungguh-sungguh menegakkan hukum. Jadi sejauh di mana penghentian perkara itu dideponering untuk kepentingan umum, di mana letak kepentingan umumnya. Itu sudah dua kali terjadi pada KPK dan ini Kejaksaan Agung memberikan satu alasan deponering itu enggak mengembang, tidak jelas arahnya. Jadi terlihat jelas penegakan hukum tidak merata, tapi tebang pilih.
  • Apabila kasus hukum yang menimpa mereka terkait politik langsung dengan pemerintah, penegakan hukumnya sangat lemah. Kasus Pak Surya Paloh misalnya, kasus Gubernur DKI Jakarta. Jadi seperti ada barter-barter politik. Kasus Gubernur DKI Jakarta itu sebenarnya sudah terjadi penyimpangan prosedur dalam pengelolaan dana yang seharusnya dimasukan ke APBN. Misalnya mengenai denda dan kompensasi, ya semuanya itu dikelola begitu saja seperti mengelola uang negara seperti mengelola dana non budgeter seperti zaman di Orde Baru.

Leave a comment